Sesungguhnya ilmu yang disembunyikan akan melaknati pemiliknya

Senin, 11 Mei 2009


Pancasila, Dalam Sebuah Pergumulan..


Ketika saya mengatakan " I am Pancasilaist ", sebagian orang akan memberikan apresiasi positif, yang artinya mereka juga bergumam " me too ", akan tetapi sebagian besar lainnya akan memberikan apresiasi yang sebaliknya, baik tersirat di hati, mencibir, bahkan dengan bahasa sarkasme, " huh sok pancasilais, sok nasionalis ". Mungkin bagi mereka, saya serasa menjadi orang yang aneh, atau dalam bahasa gaul mereka bilang " hari gini ngomongin Pancasila, capek deeh.." Sebenarnya tidak ada yang salah dengan cara mereka menyikapi, karena setiap orang mempunyai hak untuk menilai seberapa besar Pancasila bisa memberikan pengaruh dalam hidupnya.

Pancasila tidak akan berarti apa-apa tanpa kita yang membuat berarti. Karena dia hanya sebuah ideologi, bukan sebuah peraturan yang mengikat, yang mengharuskan seseorang menjalani sebagai sebuah kewajiban. Sebuah ideologi bisa bersifat aqidah aqliyyah, aqidah yang melalui proses berpikir yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan. Ideologi adalah untuk mendefinisikan "sains tentang ide", yang dianggap sebagai visi yang komprehensif sebagai cara memandang sesuatu secara akal sehat dan beberapa kecenderungan filosofis. Tetapi ideologi bukanlah semata-mata pemikiran teoritis, melainkan dapat dijelmakan secara operasional dalam kehidupan.

Lepas dari pro dan kontra tentang pengamalan Pancasila, sebagai anak bangsa, saya tetap merasa takjub dengan ide dan pemikiran para founding fathers kita hingga tercipta "Pancasila". Mereka telah mengemas sedemikian sempurna dengan menyeimbangkan sisi historis, geografis, sosiologis dan filosofi bangsa kita. Dengan melihat sejarah, kondisi geografis dan sosiologis bangsa kita, mereka seolah-olah telah melihat ke depan, seperti apa nanti bangsa kita, hingga Pancasila tak akan lekang oleh waktu, dan tetap relevan sampai kapanpun.

Bukan hanya filosofi kelima sila dalam Pancasila yang dalam refleksinya ternyata saling kait mengkait dan tidak akan bisa berdiri sendiri-sendiri, atau penjabaran ke 45 butir-butir Pancasila, tetapi lebih detailnya adalah essensi dari nilai-nila Pancasila itu sendiri yang sangat kompetibel untuk kondisi bangsa kita, dulu, sekarang dan nanti.

Bangsa ini mempunyai berbagai macam kebudayaan dan agama yang disebabkan oleh masyarakat yang multikultural dan bercorak majemuk (plural society) serta berkekuatan primordial. Ini merupakan sebuah " spesikasi khusus" yang mungkin tidak dimiliki oleh bangsa lain. Apabila masyarakatnya dapat hidup berdampingan, saling menghargai nilai-nilai budaya itu dan toleransi selalu hadir dalam bentuk dominasi dan hegemoni tanpa membedakan suku, agama, budaya gender, bahasa dan kebiasaan, maka Pancasila tidak saja hanya hadir sebagai sebuah wacana tetapi menjadi " patokan dan pedoman etika dan moral ".

Bahwa jika dalam perjalanan waktu kemudian ditemukan fakta nilai-nilai Pancasila telah ada pada jaman raja-raja kita dulu, itu merupakan sebuah kekayaan historis yang semakin menambah khazanah kita bahwa arti kata Pancasila memang benar-benar "sakti".

Disebutkan bahwa Pancasila disarikan dari Dhasasila yang terdapat dalam kitab Sutasoma, yang berisi petuah-petuah Sutasoma kepada raja-raja yang meminta nasehat agar pemerintahannya membawa kemakmuran bagi rakyatnya, yang isinya antara lain :
1. Janganlah menyakiti perasaan orang lain
2. Janganlah menjatuhkan hukuman yang tidak adil
3. Janganlah menjarah harta rakyatmu
4. Janganlah menunda kebaikan terhadap mereka yang kurang beruntung
5. Mengabdilah kepada mereka yang sadar
6. Janganlah menjadi sombong walau banyak yang menghormatimu
7. Janganlah menjatuhkan hukuman mati, kecuali menjadi tuntutan keadilan
8. Adalah yang terbaik jika kamu tidak takut mati
9. Bersabar dalam keadaan susah
10. Adalah yang terbaik jika berjiwa besar dan memberi tanpa pilih kasih

Atau selain kitab Sutasoma, Pancasila ditemukan juga dalam kitab Negara Kertagama yang berupa kakawin (syair pujian) buatan pujangga Mpu Prapanca, yang berisi :
1. Tidak boleh melakukan kekerasan (Ahimsa)
2. Tidak boleh mencuri (Asetya)
3. Tidak boleh berjiwa dengki (Indriyu nigraha)
4. Tidak boleh bohong (amrsawada)
5. Tidak boleh mabuk minuman keras/obat terlarang (dawa)

Dan dalam Kepustakaan Budha di India pada kitab Tripitaka, yang berisi 3 macam buku besar, Suttha Tripitaka, Abhidama Pitaka dan Vinaya Pitaka, juga terdapat perkataan "Pancasila". Ajaran-ajaran moral yang terdapat pada Budha adalah Dasasyiila, Saptasyiila dan Pancasyiila.
Ajaran Pancasyiila menurut Budha adalah 5 aturan/larangan atau five moral principles, yaitu :
1. Panati pada veramani sikhapadam samadiyani, yaitu jangan mencabut nyawa makhluk hidup atau dilarang membunuh.
2. Dinna dana veramani sikhapadam samadiyani, yaitu jangan mengambil barang yang tidak diberikan atau mencuri.
3.Kamashu micchacara veramani sikhapadam samadiyani, yaitu jangan berhubungan kelamin dengan orang lain atau berzina
4. Musawada veramani sikhapadam samadiyani yaitu jangan berkata palsu atau dilarang berdusta.
5. Sura meraya masjja pamada tikana veramani, yaitu jangan meminum minuman yang menghilangkan pikiran yang dimaksud minuman keras.

Dan setelah Majapahit runtuh serta agama Islam mulai menyebar ke seluruh Nusantara, maka sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasyiila) dikenal dalam masyarakat dengan 5 larangan moralitas atau Mo Limo,
yaitu Dilarang :
1. Mateni, artinya membunuh
2. Maling, artinya mencuri
3. Madon, artinya berzina
4. Mabok, artinya meminum minuman keras/menghisap ganja
5. Main, artinya berjudi

Jadi bisa bayangkan betapa 'keramat'nya arti Pancasila, baik secara etimologis maupun filosofis, baik dalam kehidupan kita di masa lampau maupun masa kini. Sangat disayangkan jika kita sebagai generasi penerus yang hanya bertugas meneruskan amanah para founding fathers, hanya bisa berpangku tangan, dan bersikap apatis.

Kita tidak perlu meributkan kondisi bangsa ini jika kita tidak bisa berbuat apa-apa. Sekecil apapun upaya yang kita lakukan jika itu untuk kepentingan bangsa dan negara, itu akan sangat berarti sekali. Kita tentu tidak ingin mengulang keruntuhan Majapahit, yang karena kebodohan pemimpin dan rakyatnya, akhirnya hancur tanpa berbekas.

Sabtu, 02 Mei 2009

TOUR



Selasa, 31 Maret 2009

Danau Nibung

Danau Nibung Objek Wisata Andalan Kabupaten Muko Muko

Bengkulu- Danau Nibung, objek wisata yang terletak di Desa Ujung Pandang, Kecamatan Muko Muko Utara, Kabupaten Muko Muko, Provinsi Bengkulu, menjadi objek wisata andalan kabupaten setempat.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu Edi Nevian ketika dikonfirmasi di Bengkulu, Minggu (25/5) menegaskan, danau tersebut merupakan salah satu objek wisata andalan di Muko Muko.

"Selama ini danau tersebut memang belum dikenal, tapi cukup banyak pengunjung yang datang terutama warga setempat," katanya.

Ia mengaku, akan mempromosikan danau itu sehingga diharapkan akan lebih banyak lagi wisatawan yang datang, terutama dari luar daerah dan mancanegara.

Danau Nibung, kata dia, lokasinya mudah dijangkau dan hanya berjarak 6 km dari Kota Muko Muko, ibu kota Kabupaten Muko Muko.

Sedangkan dari Bandara Fatmawati Kota Bengkulu, berjarak sekitar 300 km dan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum.

"Kita mempunyai banyak objek wisata, dan Danau Nibung merupakan salah satunya. Kita yakin ke depan danau tersebut akan menjadi salah satu objek yang banyak dikunjungi," ujarnya.

Di Provinsi Bengkulu, terdapat 80 objek wisata yang terindentifikasi dan memiliki kekhasan. Dari jumlah itu sebanyak 14 di antaranya merupakan pantai, delapan tirta (air), 22 tempat bersejarah, dan 36 panorama alam.

PantAI Panjang


A. Selayang Pandang

Pantai Panjang merupakan obyek wisata pantai yang cukup terkenal di Propinsi Bengkulu, selain Pantai Tapak Padri, Pantai Pasir Putih, dan Pantai Humo. Mengapa disebut Pantai Panjang? Karena garis pantainya yang cukup panjang, yaitu sekitar 7 km. Selain itu, jarak antara garis pasang dan garis surutnya juga panjang, jika dibandingkan dengan pantai-pantai lainnya, yaitu sekitar 500 m. Hal ini dikarenakan pantai ini tidak memiliki karang. Jadi, ketika terjadi air pasang, jangkauan airnya dapat naik jauh.

B. Keistimewaan
Kondisi pantainya yang landai, airnya yang bersih, serta hamparan pasir putihnya yang luas, merupakan daya tarik tersendiri dari obyek wisata Pantai Panjang. Dengan kondisi pantai seperti itu, pengunjung dapat mandi sepuasnya sambil menikmati semilir angin pantai yang masih bersih dan sejuk karena pantai ini jauh dari area perindustrian.

Selain itu, banyaknya pohon cemara yang tumbuh di sekitar pantai ini juga merupakan keunikan tersendiri yang mungkin tidak dimiliki oleh pantai-pantai lainnya. Sebab, secara umum, pohon yang biasanya tumbuh di daerah pantai adalah pohon kelapa, dan ini tidak dijumpai di Pantai Panjang.

C. Lokasi
Secara administratif, Pantai Panjang terletak di Kotamadya Bengkulu, Propinsi Bengkulu, Indonesia.

D. Harga Tiket
Dalam konfirmasi.

E. Akses
Letaknya yang hanya berjarak sekitar 3 km dari pusat Kota Bengkulu membuat Pantai Panjang mudah untuk diakses. Banyak transportasi umum yang menuju ke pantai ini. Dari Kota Bengkulu, pengunjung dapat menggunakan minibus, taksi, atau mobil sewaan untuk sampai di lokasi pantai.

F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Di sekitar pantai, pengunjung dapat menjumpai sarana akomodasi dan fasilitas yang cukup lengkap, di antaranya adalah area parkir yang luas, hotel, restoran, kolam renang, cottage, minimarket, kios-kios penjual voucher handphone, kios-kios cendramata, dan lain-lain.

Kediaman Bung Karno

A. Selayang Pandang

Sejarah perjuangan Bung Karno dalam memerdekakan Indonesia dari penjajahan Belanda tidak dapat dilepaskan dari pengasingan-pengasingan yang pernah dialaminya. Salah satu tempat pengasingan Soekrano berada di Propinsi Bengkulu. Selama pengasingannya di Bengkulu, Bung Karno ditempatkan di sebuah rumah yang awalnya adalah tempat tinggal orang Cina yang bernama Tan Eng Cian. Tan Eng Cian adalah pengusaha yang menyuplai bahan pokok untuk kebutuhan pemerintahan kolonial Belanda. Soekarno menempati rumah tersebut dari tahun 1938 hingga tahun 1942. Rumah ini berjarak sekitar 1,6 km dari Benteng Malborough. Rumah yang berada pada koordinat 0,3o 47l 85,1ll Lintang Selatan dan 102o15l 41,7ll Bujur Timur ini berada di ketinggian 64 m di atas permukaan laut.

Rumah yang dibangun pada awal abad ke-20 ini berbentuk empat persegi panjang. Bangunan ini tidak berkaki dan dindingnya polos. Pintu masuk utama berdaun ganda, dengan bentuk persegi panjang. Bentuk jendela persegi panjang dan berdaun ganda. Pada ventilasi terdapat kisi-kisi berhias. Rumah dengan halaman yang cukup luas ini memiliki atap berbentuk limas. Luas bangunan rumah ini adalah 162 m2, dengan ukuran 9 x 18 m.

Dulu luas keseluruhan rumah ini mencapai 4 hektar. Selain rumah utama, ada beberapa bangunan lain. Dengan berjalannya waktu, oleh Pemerintah Propinsi Bengkulu lahan yang ada kemudian dibagi-bagi untuk rumah penduduk dan sebagian untuk gedung instansi pemerintah daerah setempat.

B. Keistimewaan
Di dalam rumah pengasingan ini tersimpan benda-benda peninggalan Bung Karno yang memiliki nilai sejarah. Benda-benda tersebut merupakan saksi bisu yang menemani sang Proklamator dalam menyusun strategi-strategi perjuangan selama di pengasingan. Meskipun rumah ini tidak terbilang besar, namun pembagian ruang dan penataan benda-benda berharga tersebut cukup rapi dan teratur.

Di teras, selain meja dan kursi, ada dua lemari kecil, satu untuk menyimpan berbagai jenis suvenir dan satu lagi menjadi tempat menyimpan makanan khas Bengkulu dan berbagai jenis kue lainnya. Bergeser sedikit ke dalam rumah, pengunjung dapat menjumpai sepasang kursi tua. Di sisi kanan terdapat tiga buah kamar dan di sisi kiri terdapat dua kamar tidur. Di dalam kamar tidur terdapat ranjang besi yang merupakan tempat tidur Bung Karno saat ia menghuni rumah ini. Di dalam satu dari tiga kamar lainnya, yang terletak di bagian depan, terpajang duplikat sepeda tua, kendaraan yang biasa dipakai Bung Karno untuk bepergian ketika itu.

Di kamar paling tengah ditempatkan sebuah lemari gandeng berukuran 2 x 1,5 meter, tempat buku koleksi Bung Karno dipajang. Sebuah lemari pakaian menyimpan pakaian serta beberapa benda bekas pemain sandiwara ketika itu, seperti kebaya dan payung tua terbuat dari kertas. Semuanya telah tampak usang dan pudar warnanya.

Kamar terakhir, pada bagian belakang, tampak kosong, tapi pada setiap bagian dinding terpajang bingkai-bingkai foto berukuran besar; tampak foto-foto Bung Karno beserta Ibu Inggit dan keluarga serta kerabatnya yang lain, termasuk foto Fatmawati yang ketika itu baru beranjak dewasa.

Pada bagian belakang rumah terdapat beranda dengan sepasang kursi santai. Pada bagian kanan terdapat bangunan memanjang ke belakang, terdiri atas lima petak, di antaranya merupakan kamar kecil atau kamar mandi, sedangkan yang lainnya berfungsi sebagai gudang dan dapur.

Namun, koleksi peninggalan yang sebenarnya paling berharga di dalam rumah ini adalah buku-buku Bung Karno yang jumlahnya mencapai ratusan buah. Deretan buku-buku tebal tersebut meliputi pelbagai jenis, seperti karya sastra klasik, ensiklopedia, data kepemimpinan Jong Java, hingga Alkitab Pemuda Katolik. Sayang sekali, buku-buku yang sebagian besar berbahasa Belanda itu sudah dalam keadaan rapuh dan hancur termakan usia. Jika diprosentasikan, sekitar 60 persen dari semua buku yang ada di Rumah Pengasingan Bung Karno ini rusak parah. Sampul buku sebagian besar berlubang atau hancur. Warna buku pun sudah memudar dan rapuh. Tidak ada alat pengatur suhu atau sarana penjaga keawetan buku, seperti layaknya sebuah museum.


Selain buku koleksi Bung Karno, puluhan seragam kelompok Tonil Monte Carlo juga disimpan di rumah ini. Sungguh disayangkan, di dalam lemari penyimpanan ini juga tidak dilengkapi dengan pengatur suhu dan cahaya untuk mencegah kerusakan akibat pelapukan dan pelbagai faktor lain.

C. Lokasi
Rumah Pengasingan Bung Karno berlokasi di Jalan Soekarno-Hatta, Kelurahan Anggut Atas, Kecamatan Gading Cempaka, Kota Bengkulu, Propinsi Bengkulu, Indonesia.
D. Harga Tiket
Dalam konfirmasi.

E. Akses
Letaknya yang masih berada di pusat Kota Bengkulu, membuat Rumah Pengasingan Bung Karno mudah untuk diakses. Dari Bandar Udara Fatmawati Bengkulu, pengunjung dapat menggunakan taksi, bus, atau mobil sewaan untuk sampai di lokasi obyek wisata ini. Sedangkan jika pengunjung berangkat dari arah Terminal Bus Bengkulu, pengunjung dapat menggunakan bus kota jurusan Jalan Soekrano-Hatta, turun di Kelurahan Anggut Atas, kecamatan Gading Cempaka, Kota Bengkulu.

F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Di sekitar Rumah Pengasingan Bung Karno terdapat sarana akomodasi dan fasilitas yang cukup lengkap, seperti hotel/rumah penginapan, rumah makan, shopping center (pusat perbelanjaan), mini market, kios cendramata, kios voucher handphone, sarana ibadah (masjid dan gereja), warung telekomunikasi, juga warung internet, dan lain-lain.

Kabupaten Muko-Muko


Kabupaten Muko-Muko

PEMEKARAN kabupaten dan kota telah menyapa hampir seluruh provinsi, tidak terkecuali Provinsi Bengkulu. Pada awal tahun 2003, provinsi ini bertambah tiga kabupaten baru yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003, yakni Kabupaten Bengkulu Utara dimekarkan menjadi Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko. Adapun Bengkulu Selatan menjadi Bengkulu Selatan, Seluma, dan Kaur.

Sama halnya dengan kabupaten lainnya di bengkulu, muko-muko pun tidak terlepas dari bencana Gempa bumi, dimana pada tanggal 13 September 2007 terjadi gempa bumi yang memporak porandakan sebagian sebagaian penduduk muko-muko, terutama di kecamatan lubuk pinang

JANGAN heran kalau berada di Bengkulu, tidak terkecuali di Mukomuko, akan menemukan komunitas suku Jawa, Sunda, Minang, dan lain sebagainya. Sebab, Bengkulu sejak zaman kolonial Belanda dijadikan "tanah harapan" bagi penduduk luar Bengkulu. Belanda mulai mendatangkan transmigran dari Pulau Jawa sejak tahun 1930.

Pengiriman transmigran ke Bengkulu marak lagi sejak 1967. Bahkan, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1973 menetapkan Provinsi Bengkulu dan sembilan provinsi lainnya sebagai daerah transmigrasi di luar Pulau Jawa. Salah satu kabupaten tujuan transmigran adalah Bengkulu Utara dan kebijakan itu berlanjut hingga sekarang. Tahun 2004 Bengkulu masih mendapat tambahan transmigran.

Wilayah Mukomuko meliputi lima kecamatan, yakni Lubuk Pinang, Teras Terunjam, Pondok Suguh, Mukomuko Selatan, dan Mukomuko Utara. Wilayah ini dikenal sebagai penghasil palawija dan perkebunan. Tiga dari lima kecamatan mempunyai garis pantai yang bersinggungan dengan Samudra Hindia.

Ketika diadakan sensus penduduk tahun 2000, lima kecamatan tersebut masih bagian Kabupaten Bengkulu Utara, dihuni 137.994 jiwa. Dari jumlah itu 37,4 persen suku Jawa, 6,3 persen suku Sunda, 5, 4 persen Minangkabau, dan sisanya dari Bali, Bugis, Melayu, Rejang, Serawai, Lembak, dan lainnya.

Setiap keluarga migran disediakan tanah dua hektar. Mayoritas transmigran dari Jawa adalah petani. Kini sentra-sentra penduduk migran itu tumbuh menjadi sentra ekonomi.

Sektor pertanian yang meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan menjadi tulang punggung perekonomian kabupaten baru ini. Dari sensus yang sama diketahui penduduk yang bekerja 63.494 jiwa. Sebesar 77,8 persen atau 49.399 jiwa menggeluti pertanian. Sisanya menggantungkan hidup di sektor industri pengolahan, perdagangan, angkutan, jasa, dan sektor lainnya.

Tahun 2002, ketika masih menjadi wilayah Bengkulu Utara, Mukomuko menghasilkan 39.532 ton padi, terdiri atas 34.689 ton padi sawah dan 4.843 ton tadah hujan. Produksi padi tersebut 29 persen berasal dari Bengkulu Utara. Palawija yang dihasilkan wilayah ini merupakan 50 persen produksi Bengkulu Utara.

Produksi jagung 21.529 ton (69 persen), ubi kayu 24.608 ton (61 persen), kedelai 646 ton (64 persen), dan kacang hijau 763 ton (52 persen). Adapun ubi jalar dan kacang tanah di bawah 50 persen.

Penghasilan petani tiga tahun ke depan diramalkan meningkat bila pembangunan proyek irigasi bendungan Air Manjunto Kanan selesai sesuai rencana. Bendungan yang menaikkan air Sungai Air Manjunto ini akan melewati Desa Lalangluas, Salatiga, Lubuk Pinang, Lubuk Gedang, dan membasahi ladang-ladang tadah hujan di permukiman para transmigran yang ada di sana.

Konon, bendungan yang dananya berasal dari bantuan Jepang ini akan mampu mengairi sawah 4.919 hektar. Petani yang tadinya panen sekali setahun bisa menanam padi dua kali dan palawija sekali setahun.

Lahan kering yang tadinya hanya mengandalkan air hujan akan terjangkau saluran irigasi teknis. Bulan Oktober 2003 Japan Bank International Corporation (JBIC) menyetujui untuk mengucurkan dana Rp 112 miliar selama tiga tahun anggaran dan pelaksanaannya dimulai akhir 2004 dan perkiraan selesai pertengahan 2008.

Sebagian luas bumi Mukomuko juga diusahakan untuk perkebunan. Paling tidak di sana terdapat 63.669 hektar lahan perkebunan rakyat yang ditanami kopi, lada, cengkeh, karet, kayu manis, kelapa, kelapa sawit, kemiri, dan kapuk. Andalan utamanya adalah kelapa sawit, kelapa, kopi, karet, kayu manis, dan lada.

Bagi penduduk Mukomuko, perkebunan ini sangat berarti karena asap dapur 30.711 rumah tangga penggarap selalu mengepulkan asap. Tahun 2002 produksi kelapa sawit 108.089 ton atau 62 persen produksi seluruh Bengkulu Utara. Disusul kelapa 3.395.800 ton (52 persen), karet 36.571 ton (32 persen), lada 79 ton (26 persen), kayu manis 936 ton (68 ton), dan kopi 1.765 ton (18 persen).

Garis pantai yang berhadapan dengan Samudra Hindia merupakan ladang kehidupan nelayan kabupaten ini. Tahun 2002 para nelayan mampu menangkap ikan 52.869 ton senilai Rp 158,6 miliar. Jumlah itu merupakan tiga perempat produksi ikan laut Bengkulu Utara.

Potensi kelautan kabupaten yang baru berumur satu tahun ini belum optimal dimanfaatkan. Tahun 2002 di Mukomuko terdapat 2.134 rumah tangga nelayan. Selama ini mereka menggunakan kapal motor, perahu motor tempel, perahu tradisional, payang, jaring pantai, dan juga pancing saat menangkap ikan. Ke depan, laut bukan saja menjadi gantungan hidup nelayan, namun menjadi andalan perekonomian wilayah ini.

Sementara itu, perikanan darat yang sekarang 173 hektar dipastikan mengalami peningkatan bila bendungan irigasi Air Manjunto terealisasi. Tahun 2002, dari kolam ikan petani dihasilkan 279 ton ikan yang bernilai sekitar Rp 2 miliar.

Para transmigran tidak hanya mengolah tanah. Mereka juga membawa kebiasaan dari tanah asal, di samping bertani juga beternak. Tenaga sapi dan kerbau bisa dimanfaatkan menggarap sawah. Selebihnya binatang tersebut juga merupakan tabungan keluarga. Paling tidak hingga akhir tahun 2002 terdapat 8.295 sapi, 5.550 kerbau, dan 12.985 kambing.

Pertanian dan juga petaninya jelas sangat bergantung pada melimpah tidaknya air yang mengalir di tempat mereka tinggal. Sungai yang melewati daerah mereka bersumber dari hutan-hutan di sekitar tempat hidup mereka. Sebut saja salah satunya Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan daerah penyangganya.
Rusaknya hutan di daerah penyangga di Mukomuko pasti berpengaruh pada debit air sungai yang menjadi harapan para petani. Kalau itu terjadi, pertanian yang diharapkan menjadi saka guru perekonomian bisa-bisa hanya menjadi impian kabupaten di provinsi Bengkulu

Selasa, 10 Maret 2009

7 Indikator Kebahagiaan Dunia

7 Indikator Kebahagiaan Dunia


Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi'in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia.

Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :

Pertama, Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.

Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona'ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah.

Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu :
"Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita". Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap "bandel" dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi.

Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur!

Kedua. Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh.

Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sholeh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada kesholehan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh. Demikian pula seorang istri yang sholeh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang sholeh.

Ketiga, al auladun abrar, yaitu anak yang soleh.

Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda itu : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?"
Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu". Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh.

Keempat, albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.

Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang sholeh. Orang-orang yang sholeh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah.

Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya.

Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sholeh.

Kelima, al malul halal, atau harta yang halal.

Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya.

Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. "Kamu berdoa sudah bagus", kata Nabi SAW, "Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan". Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.

Keenam, Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.

Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya.

Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya.

Semangat memahami agama akan meng "hidup" kan hatinya, hati yang "hidup" adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.

Ketujuh, yaitu umur yang baroqah.

Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin sholeh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome). Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya. Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah. Inilah semangat "hidup" orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah.

Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.

NAMA INDONESIA

NAMA INDONESIA

Fenomena masyarakat umum, bangsa Indonesia tidak mengenal kepribadian Indonesia. Bahkan banyak kalangan pelajar, dimulai dari siswa, mahasiswa, maupun kalangan masyarakat umum yang tidak peduli akan kelangsungan kehidupan bangsa ini, Semuanya acuh tak acuh seolah tak mau ambil peduli. Ratusan orang tua yang lupa akan tanggung jawab menanamkan nilai nasionalisme kepada putra-putrinya, yang merupakan estapet, kemana bangsa Indonesia akan dibawa ??? ……….

Indonesia yang kaya akan: kekayaan alamnya, kaya akan sukunya, kaya akan budayanya, Indonesia yang RAMAH TAMAH LOHJINAWI. Namun itu semua merupkan masa lalu bangsa Indonesia sebulum tercapainya “ KEMERDEKAAN”, pada masa penjajahan bangsa Indonesia bahu-membahu untuk menggalang persatuan yang tidak mengenal Warna Kulit,Agama, Suku, Daerah, Budaya, tetapi para pejuang yang rela berkorban nyawa, dan harta benda, hanya mengenal satu nama yaitu INDONESIA.

Yang pertama kali mengenal nama INDONESIA, atau dikenal dengan bapak nama”INDONESIA” ialah orang jerman bernama BASTIAN, yang oleh Prof. Wilken dalam pidato penerimaan gelar guru besarnya disebut “ Raja Dari Sarjana Sarjana Ilmu Bangsa Bangsa”.

Pertama kali ia menggunakan kata itu dalam karyanya yang berjudul Indonesien oder die inseln des malayischen archipels yang terbit tahun 1884. Yang dimaksud dengan INDONESIEN tidak lain ialah “ KEPULAUAN NUSANTARA”. Sejak itu kata Indonesia sudah menjadi lazim dalam ilmu pengetahuan, terutama dalam ilmu bangsa-bangsa dan ilmu bahasa.

Dalam hukum adat sejak tahun 1918, Prof. C. van Vollenhoven, yang secara konsekuen mempergunakan kata “ ORANG INDONESIA”. Bahkan dalam cetakan kedua dari karya standarnya het adatrech van Nederland-indie, kata pribumi ( Inlander ) yang dulu dipergunakannya diganti dengan INDONESIER.

Tetapi dengan penemuan KREEMER, kita sekarang tahu bahwa nama-nama “Indonesia” ( indonesie ) dan orang-orang Indonesia ( indonesiers ) lebih tua dari perkiraan semula. Dalam koloniaal Weekblad, 3 februari 1927 dia mengemukakan bahwa penamaan-penamaan tersebut pertama kali dipakai oleh ahli ilmu bangsa-bangsa inggris J.R. LOGAN dalam karangannya yang dimuat dalam Journal Of The Indian Archipelago And Eastern Asia yang berjudul “ The Ethnologi Of The Archipelago” tahun 1850. Dengan mengikuti KREEMER maka kita dapat memberikan “kebapakan” kata “ Indonesia” kepada prof. logan.

Sebenarnya masih ada yang mendahuluinya yaitu orang senegaranya, G. W. Earl yang menggunakan istilah-istilah “ INDU-NESIANS” dan “ MALAYUNESIANS” sebagai penunjuk untuk penduduk kepulauan indonesia. Tetapi iatidak sampai kepada penamaan (INDONESIA) kepulauan itu sendiri.

Mak kalau EARL, menyatakan kata “ INDU-NESIANS” hanya dalam arti etnologis, LOGAN memberikan kata “ INDONESIA” suatu pengertian geogrfis murni, untuk menyebut kepulauan ini.

Referensi : Muhamat Hatta “KARYA LENGKAP BUNG HATTA” BUKU 1 : KEBANGSAAN DAN KERAKYATAN. PT Pustaka LP3ES Indonesia, Anggota IKAPI. Jl. S. Parman 81, Jakarta.

Selasa, 03 Februari 2009

INFRA STRUKTUR POLITIK
INDONESIA


Infra struktur politik sering disebut sebagai bangunan bawah, atau mesin politik informal atau mesin politik masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok yang dibentuk atas dasar kesamaan social, ekonomi, kesamaan tujuan, serta kesamaan lainnya.

Pengelompokan infra struktur yang paling nyata dalam kehidupan Negara, yakni :

1. Partai Politik

Merupakan suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya memiliki nilai orientasi, dan cita-cita yang sama. Dengan tujuan mendapatkan kekuasaan politik dengan cara konstitusi, melalui pemilihan umum ( PEMILU )

2. Organisasi Kemasyarakaan ( ORMAS )

Dibentuk dengan tujuan-tujuan dalam bidang social dan budaya. Organisasi ini tidak melibatkan diri untuk ikut serta dalam dalam peserta untuk memperoleh kekuasaan dalam PEMILU.

3. Kelompok Kepentingan ( Interest Group )

Merupakan kelompok yang berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah tanpa berkehendak memperoleh jabatan public, kelompok ini tidak berusaha menguasai pengelolaan pemerintahan secara langsung.

4. Kelompok Penekan ( Persure Group )

Kelompok yang dapat mempegaruhi atau bahkan membentuk kebijaksanaan pemerintah melalui cara-cara persuasi, propaganda, atau cara lain yang lebih efektif.

Mereka antara lain : industriawan dan asosiasi-asosiasi lainnya.

5. Tokoh Masyarakat ( Opinion Leaders )

Kelompok yang terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat baik dari tokoh agama, tokoh adat, dan budaya.

6. Media Massa ( Pers )

Media massa dalam arti sempit, yang meliputi surat kabar, Koran, majalah, tabloit, dan bulletin-buletin pada kantor. Maupun media massa dalam arti luas yang meliputi: media cetak, audio, audio visual, dan media elektronik.

Kelompok infra struktur politik tersebut, secar nyata merekalah yang menggerakkan sistem, memberikan input, terlibat dalam proses politik, memberikan pendidikan politik, melekukan sosialisasi politik, menyeleksi kepemimpinan, menyelesaikan sengketa politik, yang terjadi diantara berbagai pihak baik di dalam maupun di luar. Serta mempunyai daya ikat baik secara ke dalam maupun keluar.

SUPRA STRKTUR POLITIK INDONESIA

A. Sistem Politik

Sistem politik terbentuk dari dua kata, yaitu system dan politik. Kata system adalah seperangkat unsur yang secara teratur saling saling berkaitan sehingga membentuk satu totalitas. Kata politik berarti cara bertindak ( dalam menghadapi atau menangani suatu masalah )dalam hal kekuasaan,keputusan, kebijakan, dan lain-lain.

Jadi sistem politik adalah serangkaian elemen-elemen yang saling berhubungan, saling mempengaruhi antara satu sama lain dalam hal bagaimana memperoleh kekuasaan, mempertahankan kekuasaan, dan lain-lain.

Menurut Meriam Budiarjo, Konsep-konsep pokok dalam politik berkaitan dengan :

a) Kekuasaan

b) Pengambilan keputusan

c) Kebijakan umum

d) Distribusi

e) Negara

Prof . Sri sumantri, menyatakan bahwa sistem politik sebagai kelembagaan dari hubungan supra struktur dan infra struktur politik.

B. Supra struktur politik

Mengutif dari pendapat prof. Sri sumantri, bahwa sistem politik adalah kelembagaan dari hubungan antar manusia yang berupa hubungan antara supra struktur dan infra struktur politik. Sistem politik tersebut menggambarkan hubungan antara dua lembaga yang ada di dalam Negara , yaitu lembaga supra dan infra struktur politik. Supra struktur politik sering disebut sebagai bangunan atas atau mesin politik resmi, atau lembaga pembuat keputusan politik yang sah. Lembaga tersebut bertugas mengkonversikan input yang berupa tuntutan dan dukungan yang menghasilkan suatu output berupa kebijakan publik.

Montesquieu , membagi lembaga-lembaga kekuasaan tersebut dalam tiga kelompok :

1. Eksekutif

Kekuasaan eksekutif berada di tangan presiden, kalau di Indonesia presiden adalah kepala Negara dan sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan Negara. Presiden Indonesia (nama jabatan resmi: Presiden Republik Indonesia) adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Indonesia. Sebagai kepala negara, Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh wakil presiden dan menteri-menteri dalam kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan sehari-hari. Presiden (dan Wakil Presiden) menjabat selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.

v Wewenang, kewajiban, dan hak

Wewenang, kewajiban, dan hak Presiden antara lain:

a) Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD

b) Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara

c) Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.

d) Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan yang memaksa)

e) Menetapkan Peraturan Pemerintah

f) Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri

g) Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR

h) Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR

i) Menyatakan keadaan bahaya

j) Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR

k) Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.

l) Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung

m) Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR

n) Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan UU

o) Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah

p) Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui DPR

q) Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung

r) Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR

v Pemilihan

Menurut Perubahan Ketiga UUD 1945 Pasal 6A, Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). Sebelumnya, Presiden (dan Wakil Presiden) dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan adanya Perubahan UUD 1945, Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR, dan kedudukan antara Presiden dan MPR adalah setara.

Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelumnya. Pilpres pertama kali di Indonesia diselenggarakan pada tahun 2004.

Jika dalam Pilpres didapat suara >50% jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya 20% di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari separuh jumlah provinsi Indonesia, maka dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Jika tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, maka pasangan yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pilpres mengikuti Pilpres Putaran Kedua. Pasangan yang memperoleh suara terbanyak dalam Pilpres Putaran Kedua dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih.

v Pemilihan Wakil Presiden yang lowong

Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, Presiden mengajukan 2 calon Wapres kepada MPR. Selambat-lambatnya, dalam waktu 60 hari MPR menyelenggarakan Sidang MPR untuk memilih Wapres.

v Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang lowong

Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden keduanya berhalangan tetap secara bersamaan, maka partai politik (atau gabungan partai politik) yang pasangan Calon Presiden/Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pilpres sebelumnya, mengusulkan pasangan calon Presiden/Wakil Presiden kepada MPR.

Selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari, MPR menyelenggarakan Sidang MPR untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.

v Pelantikan

Sesuai dengan Pasal 9 UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat. Jika MPR atau DPR tidak bisa mengadakan sidang, maka Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.

· Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :

"Demi Allah saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."

· Janji Presiden (Wakil Presiden) :

"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."

v Pemberhentian

Usul pemberhentian Presiden/Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR.

Apabila DPR berpendapat bahwa Presiden/Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden/Wakil Presiden (dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR), DPR dapat mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi, jika mendapat dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota.

Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus paling lama 90 hari setelah permintaan diterima. Jika terbukti, maka DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian kepada MPR.

MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR paling lambat 30 hari sejak usul diterima. Keputusan diambil dalam sidang paripurna, dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 jumlah anggota, disetujui sekurang-kurangnya 2/3 jumlah yang hadir, setelah Presiden/Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan. Apabila usul presiden diterima, Presiden/Wakil Presiden kemudian diberhentikan.

2. Legeslatif

sistem perwakilan di Indonesia saat ini menganut sistem bikameral. Itu ditandai dengan adanya dua lembaga perwakilan, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dengan merujuk asas trias politika, di Indonesia kekuasaan terbagi menjadi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dalam hal ini, DPR dan DPD merepresentasikan kekuasaan legislatif.

Kekuasaan legeslatif terletak pada, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR ). Yang anggota-angotanya terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) dan Dewan Perwakilan Daerah ( DPD).

1) Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR )

MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih secara langsung. Pasal 3 UUD 1945 menyebutkan kewenangan MPR sebagai berikut:

a) Mengubah dan menetapkan UUD

b) Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden

c) Hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUDPemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. ( pasal 1 ayat 2 )

2) Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR )

Ø Tugas-tugas DPR adalah sebagai berikut:

a) Membentuk undang-undang

b) Membahas rancangan RUU bersama Presiden

c) Membahas RAPBN bersama presiden

Ø Fungsi DPR adalah sebagai berikut :

a) Fungsi legislasi berkaitan dengan wewenang DPR dalam pembentukan undang-undang

b) Fungsi anggaran, berwenang menyusun dan menetapkan RAPBN bersama presiden

c) Fungsi pengawasan, melakukan pengawasan terhadap pemerintah

Ø DPR diberikan hak-hak yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945, antara lain:

a) Hak interpelasi, hak DPR untuk meminta keterangan pada presiden

b) Hak angket, hak DPR untuk mengadakan penyelidikan atas suatu kebijakan Presiden/ Pemerintah

c) Hak menyampaikan pendapat

d) Hak mengajukan pertanyaan

e) Hak Imunitas, hak DPR untuk tidak dituntut dalam pengadilan

f) Hak mengajukan usul RUU

3) Dewan Perwakilan Daerah ( DPD )

Dewan Perwakilan Daerah (disingkat DPD) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang anggotanya merupakan perwakilan dari setiap provinsi yang dipilih melalui Pemilihan Umum.

Ø DPD memiliki fungsi:

a) Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu

b) Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang tertentu.

Anggota DPD dari setiap provinsi adalah 4 orang. Dengan demikian jumlah anggota DPD saat ini adalah 128 orang. Masa jabatan anggota DPD adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji.

Ø Tugas, Wewenang, dan Hak

Tugas dan wewenang DPD antara lain:

a) Mengajukan kepada DPR Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. DPR kemudian mengundang DPD untuk membahas RUU tersebut.

b) Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

c) Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.

d) Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.

e) Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPR tentang RUU yang berkaitan dengan APBN.

Anggota DPD juga memiliki hak menyampaikan usul dan pendapat, membela diri, hak imunitas, serta hak protokoler.

Ø Alat kelengkapan

Alat kelengkapan DPD terdiri atas: Pimpinan, Panitia Ad Hoc, Badan Kehormatan dan Panitia-panitia lain yang diperlukan.

Ø Pimpinan

Pimpinan DPD terdiri atas seorang ketua dan 2 wakil ketua. Selain bertugas memimpin sidang, pimpinan DPD juga sebagai juru bicara DPD. Ketua DPD saat ini adalah Ginandjar Kartasasmita

Ø Sekretariat Jenderal

Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPD, dibentuk Sekretariat Jenderal DPD yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden, dan personelnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil. Sekretariat Jenderal DPD dipimpin seorang Sekretaris Jenderal yang diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan DPD.

Ø Kekebalan hukum

Anggota DPD tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPD, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik masing-masing lembaga. Ketentuan tersebut tidak berlaku jika anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal mengenai pengumuman rahasia negara.

3. Yudikatif

Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 UUD 1945 menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh:

1) Mahkamah Agung (MA)

Tugas MA adalah mengawasi jalannya undang-undang dan memberi sanksi terhadap segala pelanggaran terhadap undang-undang.

2) Mahkamah Konstitusi (MK)

adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.

Ø Kewenangan MK adalah sebagai berikut:

a) Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir

b) Menguji undang-undang terhadap UUD

c) Memutuskan sengketa lembaga Negara

d) Memutuskan pembubaran partai politik

e) Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilu

f) Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

3) Komisi Yudisial (KY)

Lembaga ini berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim agung. Lembaga ini berwenang mengusulkan pengangkatan hakim

Dan kalau di Indonesia ditambah dengan satu lembaga lagi yakni : Insfektif

4. Insfektif

Kekuasaan ini terletak pada lembaga Badan pemeriksa keuangan (BPK )

1) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

BPK adalah salah satu badan bebas dan madiri yang diadakan untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh presiden.

Senin, 02 Februari 2009

MAKALAH

KOREKSIAN SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

( Tugas Akhir / Mata Kuliah )

SITEM PEMERINTAHAN INDONESIA

( Drs. H.Syafnil Efendi. SH )



Oleh :

SATRIAL

0610013311007

Kewarganegaraan

( P-IPS / PKn )

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BUNG HATTA

2009/2010



KOREKSIAN SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

A. Kata Pengantar

Perjalanan bangsa Indonesia dalam naungan kemerdekaan setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 begitu tragis. Lelah, sakit, penderitaan rakyat belum bisa hilang dari setiap detiknya walaupun setelah tanggal itu pula katanya Indonesia mengikrarkan sebagai Negara yang sudah merdeka. Merdeka bukan saja bebas dari kolonial penjajah. Merdeka lahiriah dan batiniah adalah kemerdekaan yang hakiki. Dari sekian penderitaan intinya bangsa ini belum 100% merdeka. Perlu kita pahami bersama dan perlu kita renungkan adalah nasib rakyat yang kian terpuruk.

Penderitaan rakyat adalah wujud dari ketidakberhasilan pemerintah dari mulai Negara ini mengikrarkan kemerdekaannya sampai detik ini. Dengan mata telanjang saya bisa membaca alur drama ini, yaitu penderitaan rakyat disebabkan karena pemerintah masih kurang konsisten menentukan sistem pemerintahannya sehingga masalah rakyat dilupakan karena penguasa masih sibuk memikirkan sistem. Ironisnya sitem tersebut sebetulnya sudah dikaji dan ditetapkan jauh hari sebelum negeri ini merdeka. Entah kenapa negeri ini ! Dosa apa yang pernah dilakukan negeri ini ! Apa negeri ini dzolim di saat menentukan konstitusinya ! Apa memang mental pemimpin belum teruji atau ! Apa ini takdir ilahi ! tapi ini semua bisa berubah kalau ada niat menuju kepada perubahan. “ Innallaha layugayyiru bi qoumin khatta yugoyyiru binafsihi “(al-ayah).

Allahumma I dfa’annal bala’ wa-l-waba’ wa-l- fakhsa’ wa-l-munkar wal-fitan ma dzohara fiiha wa ma baton min biladina Indonesia hadza khoosoh. Amin ya rabbal ‘alamin

B. Latar Belakang Masalah

Jati diri suatu bangsa bukan saja dapat kita lihat dari bagaimana karakter pokok dari para warga bangsa, tetapi juga dari pilihan ideologi dan sistem pemerintahan yang dipilih oleh bangsa tersebut. Topik yang hendak saya bahas pada makalah ini adalah sistem pemerintahan demokratis-konstutusional bagaimanakah yang telah dirancang oleh the founding fathers dalam UUD 1945? Masalah sistem pemerintahan tersebut saya pandang perlu kita wacanakan kembali karena selama ini pemahaman kita tentang bentuk dan susunan pemerintahan negara hanyalah didasarkan pada sumber-sumber sejarah yang diragukan keotentikannya.

Setelah MPR-RI 1999-2004 melakukan amandemen UUD 1945 sebanyak 4 kali dalam kurun waktu 2 tahun dan menetapkan sistem pemerintahan presidensial sebagai sistem pemerintahan negara, perlu kita pertanyakan apakah sistem pemerintahan presidensial tersebut yang ditetapkan oleh pimpinan dan anggota BPUPK dan PPKI yang kemudian disahkan sebagai UUD 1945, Konstitusi Pertama NKRI? Kalau konstitusi suatu negara dapat diibaratkan sebagai rel yang akan membawa bangsa tersebut ke tujuan yang dicita-citakannya, apakah cita-cita para pendiri Negara bangsa untuk membentuk pemerintahan negara konstitusional yang demokratis serta yang sesuai dengan corak hidup bangsa dapat tercapai apabila rel tersebut setiap kali diubah arahnya dan dibelokkan? Kondisi itulah yang sedang dialami bangsa Indonesia saat ini setelah MPR mengadakan amandemen terhadap UUD 1945. Maka lebih simple lagi bisa dikatakan berbagai macam gaya sistem pemerintahan sudah diterapkan di Indonesia ini, namun hasilnya sangat tidak memuaskan karena rel sudah berbelok arah ( sistem yang dirancang oleh the founding father dalam UUD 1945).

C. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini penulis akan merumuskan berbagai permasalahan yang hendak dibahas yaitu tentang masalah KOREKSIAN SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA . Permasalahan yang amat simple tapi membawa saya berdecak kagum karena teori yang ada di kelas( waktu kuliah) sebagai orang yang baru belajar Sitem Pemerintahan, dan Hukum Tata Negara, serta Ilmu Negara pada semester pertama.

Teori yang digunakan oleh bangsa ini sangat aneh yang hal tersebut mengundang pertanyaan bagi saya yang hampir satu semester ini mengikuti mata kuliah Sistem Pemerintahan Indonesia, apakah teori-teori tersebut dampak dari krisis multidimensional yang ada atau orang-orang yang duduk di parlemen atau penguasa, tidak pernah belajar teori-teori ilmu Negara atau bahkan tidak memahami, atau para penguasa yang mengamandemen UUD 1945 tidak memahami konsitusi? Karena memahami konstitusi tidak cukup hanya dibaca dari yang tertulis pada pasal pasalnya, tapi harus diselami dan difahami jalan fikiran para perancangnya serta konteks sejarah yang melingkunginya.

D. Pembahasan

v Teori Sistem Pemerintahan

Sejak abad pertengahan para ahli politik telah berusaha menyusun klasifikasi bentuk-bentuk pemerintahan demokratis, tapi baru sebatas diskusi tentang sistem parlementer dan sistem presidensial. Dalam bukunya yang amat berpengaruh „TheAnalysis of Political Systems“, Verney (Routledge & Kegan Paul, 1979), menguraikan dua sistem pemerintahan yang paling popular dan paling banyak digunakan di Negara-negara konstusional demokratis. Dalam diskusi ilmiah tentang sistem pemerintahan, Inggeris selalu dipandang sebagai contoh pemerintahan parlementer, dan Amerika Serikat sebagai model pemerintahan presidensial. Duverger (EJPR, 8/2, Juni 1980). Kemudian memperkenalkan bentuk pemerintahan ketiga, Sistem semipresidensial, dan Blondel (Kavanagh dan Peele, Eds., London, Heinemann, Boulder, 1984) memperkenalkan system semipresidensial ganda (semi-presidential dualist system semipresidensial ganda (semi-presidential dualist system ) Dari ketiga sistem tersebut dimana letak sistem pemerintahan Indonesia?

1. Sistem Parlementer

Sistem parlementer sebagaimana diterapkan di Inggeris tidak mengenal pemisahan kekuasaan antara cabang eksekutif dan legislatif. Pada abad XVI sebagai reaksi terhadap kekuasaan Raja James I yang hampir absolut, terbentuklah pemerintahan parlementer diawali dengan berdirinya lembaga perwakilan rakyat (assembly) yang secara bertahap mengambil alih kekuasaan legislatif dari tangan Raja. Tetapi, kekuasaan eksekutif tetap berada pada Raja. Dalam perkembangan selanjutnya, kekuasaan eksekutif Raja mulai diserahkan kepada menteri-menteri yang diangkat dari antara anggota-anggota badan perwakilan. Karena para menteri harus betanggunjawab kepada badan perwakilan, lambat laun kekuasaan badan perwakilan bertambah besar dan ditetapkan sebagai pemegang kedaulatan negara. Para menteri secara kolektif, atau Kabinet, harus betanggungjawab kepada badan legislatif dan adalah bagian dari badan tersebut. Karena itu dalam sistem parlementer tidak ada seperation of power, tetapi yang ada adalah fusion of power antara kekuasaan eksekutif dan kekuasaan eksekutif. Dengan kata lain, sistem parlementer adalah sistem politik yang menggabungkan kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif dalam suatu lembaga pemengang kedaulatan rakyat yang bernama Parlemen.

Pada sistem parlementer cabang eksekutif dipimpin oleh Kepala Negara, seorang Raja dalam negara monarki konstitusional atau seorang Presiden dalam republik, dan Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan. Kepala Pemerintahan ditunjuk oleh Kepala Negara dan para menteri diangkat oleh Kepala Negara atas usul Kepala Pemerintahan, Kabinet, yang terdiri dari Perdana Menteri dan para menteri, adalah lembaga kolektif, karena perdana menteri adalah orang yang pertama dari sesama (primus inter pares) sehingga tidak dapat memberhentikan seorang menteri. Tapi dalam kenyataannya perdana menteri selalu memilki kekuasaan yang lebih besar dari para menteri. Perdana menteri dan para menteri biasanya adalah anggota parlemen dan secara kolektif bertanggungjawab kepada badan legislatif. Pemerintah atau kabinet secara politis bertanggungjawab kepada parlemen. Untuk menghindarkankekuasaan legislatif yang terlalu besar atau diktatorial partai karena mayoritas partai yang terlalu besar, kepala pemerintahan dapat mengajukan usul kepada kepala negara untuk membubarkan parlemen.

Salah satu karakteristik utama sistem parlementer yang tidak dimiliki oleh sistem presidensial adalah kedudukan parlemen sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di atas badan perwakilan dan pemerintah (supremacy of parliament). Dalam sistem parlementer pemerintah tidak berada diatas badan perwakilan, dan sebaliknya badan perwakilan tidak lebih tinggi dari pemerintah. Karena perdana menteri dan para anggota kabinet tidak dipilih langsung oleh rakyat, pemerintah parlementer hanya bertanggungjawab secara tidak langsung kepada pemilih. Karena itu, dalam pemerintahan parlementer tidak dikenal hubungan langsung antara rakyat dengan pemerintah. Hubungan itu hanya dilakukan melalui wakil-wakil yang dipilih oleh rakyat. Parlemen sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang merupakan pusat kekuasaan dalam sistem politik harus selalu mengusahakan agar tercapai dinamika hubungan politik yang seimbang antara badan legislatif dan badan eksekutif. Dalam parlemen inilah kader-kader pimpinan bangsa ditata / dibentuk sebelum suatu hari mendapat kesempatan menjadi pemimpin Negara. Dari uraian tersebut di atas dapat diuraikan antara legislatif dan eksekutif memiliki hubungan yang erat dalam sebuah parlementer yang menghasilkan supremasi parlementer dan induknya adalah Iggris.

Cirri-cirinya adalah :

* Terdapat sekelompok eksekutif dalam menjalankan pemerintahan yang bertanggung jawab baik secara perseorangan maupun bersama-sama.
* Adanya kerja sama antara eksekutif dan legislatif. Legislatif dapat menyampaikan mosi tidak percaya kepada eksekutif dan sebaliknya.
* Kepala Negara hanya simbol pemersatu (pemerintahan terletak pada Perdana menteri dan menteri-menterinya).

2. Sistem Presidensial

Tentang pemerintahan presidensial biasanya tidak selalu dikaitkan dengan teori pemisahan keuasaan (seperation of powers) yang amat populer pada abad XVIII ketika Konstitusi Amerika Serikat disusun. Dua ahli politik yang amat berpengaruh pada masa itu adalah John Locke yang terkenal dengan pandangannya bahwa konflik berkepanjangan antara raja Inggris dengan parlemen adalah dengan memisahkan secara tegas raja sebagai kekuasaan eksekutif dengan badan perwakilan sebagai kekuasaan legislatif. Kedua kekuasaan itu harus dipisahkan dengan tegas dan masing-masing mempunyai bidang kekuasaan masing-masing.

Montesquieu, seorang pengamat sistem pemerintahan Inggris asal Prancis, ternyata membuat kesimpulan yang salah, dan menyimpulkan bahwa sistem parlementer Inggris adalah amat baik karena memisahkan kekuasaan negara menjadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pemisahan seperti itulah yang disebutnya trias politica, yang selama 2 abad masih dipandang sebagai bentuk pemisahan kekuasaan yang paling baik dan benar. Trias politica ini digunakan oleh Pasca Amandemen UUD 1945 yang dibentuk MPR sebagai landasan teoritis ketika melakukan perubahan terhadap sistem pemerntahan negara Indonesia sebagaimana ditetapkan pada Pasal 1 ayat (2). Dilandasi oleh teori pemisahan kekuasaan dan didorong oleh keinginan yang kuat untuk menentang sistem parlementer yang dipandang sebagai budaya Negara kolonial Inggris, sistem presidensial Amerika memisahkan secara tegas tiga cabang kekuasaan.

Karena itu karakteristik pertama sistem presidensial adalah badan perwakilan tidak memiliki supremacy of parliament karena lembaga tersebut bukan lembaga pemegang kekuasaan negara. Untuk menjamin stabilitas sistem presidensial, presiden dipilih, baik secara langsung atau melalui perwakilan, untuk masa kerja tertentu, dan presiden memengang sekaligus jabatan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Sebagai kepala pemerintahan dan satu-satunya kepala eksekutif, presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara, yang berfungsi sebagai pembantu presiden dan memegang kekuasaan eksekutif dalam bidang masing-masing. Dalam sistem presidensial, kabinet tidak bertanggungjawab secara kolektif, tetapi tiap-tiap menteri bertanggungjawab secara individual kepada presiden. Dalam sistem presidensial, anggota badan legislatif tidak boleh merangkap jabatan cabang eksekutif, dan sebaliknya, pejabat eksekutif tidak boleh merangkap menjadi anggota badan legislatif.

Namun, pemisahan personalia cabang eksekutif dan legislatif tidak selalu diterapkan disemua negara yang menggunakan sistem presidensial. Di beberapa negara menteri diangkat sebagai anggota parlemen. Pada pemerintahan Orde Baru, para anggota Kabinet juga adalah anggota MPR, lembaga pemegang kedaulatan negara yang lebih kurang sama dengan parlemen dalam sistem parlementer. Presiden bertanggungjawab bukan kepada pemilih, tetapi kepada Konstitusi. Dia dapat di-impeach apabila melangar konstitusi, tetapi tidak dapat diturunkan karena tidak dapat memenuhi janjinya pada kampanye pemilu. Presiden dan badan perwakilan rakyat mempunyai kedudukan yang setara, karena itu tidak dapat salaing menjatuhkan. Dalam bahasa UUD 1945, Presiden adalah „neben“ bukan „geordenet“ dari DPR, sehingga tidak dapat saling menjatuhkan. Dalam teori, sistem presidensial tidak mengenal adanya supremasi satu cabang kekuasaan terhadap cabang kekuasaan lainnya. Masing-masing kekuasaan, legislatif, eksekutif dan yudikatif melakukan pengawasan terhadap cabang lainnya sesuai dengan ketentuan UUD. Karena itu yang berlaku adalah supremacy of the constitution. Cuma, dalam praktek, legislatiflah yang nyatanya memegang kekuasaan lebih tinggi.

Ciri-ciri sistem ini :

* Presiden pemegang kekuasaan tertinggi
* Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden
* Presiden memegang masa jabatan secara tertentu kecuali ada tindakan amoral 8)

3. Sistem Semipresidensial

Sistem semi-presidensial adalah bentuk pemerintahan negara yang mencoba mengatasi kelemahan-kelemahan sistem parlementer maupun sistem presidensial. Kelemahan pokok sistem parlementer ialah sifatnya yang sangat tidak stabil karena setiap saat pemerintah, baik seluruh kabinet maupun setiap menteri, dapat menerima mosi tidak percaya dari parlemen. Akibatnya pemerintah jatuh dan terjadi pergantian pemerintah. Selama 4 tahun menggunakan sistem parlementer, Indonesia mengalami pergantian pemerintah sebanyak 33 kali (Feith, 1962).

Sistem presidensial mengandung kecenderungan konflik permanen antara cabang legislatif dan cabang eksekutif, terutama bila presiden terpilih tidak didukung oleh partai mayoritas yang berkuasa di parlemen. Padahal negara-negara baru yang tradisi demokrasinya belum terkonsolidasi dengan mantap selalu menghadapi kondisi seperti ini. Selain itu, kekuasaan yang besar ditangan presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tunggal, selalu menggoda presiden untuk memperpajang masa jabatannya, yang kemudian berkembang menjadi kekuasaan otoriter. Ekses seperti itu dialami oleh banyak negara di Amerika Latin, Afrika dan Asia termasuk Indonesia yang menggunakan sistem presidensial.

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan kedua sistem tersebut, pada awal Abad 20 berkembang model ketiga sistem pemerintahan yang oleh Duverger disebut sistem semi-presidensial. Sistem politik ketiga ini memiliki beberapa karakteristik sistem parlementer dan sistem presidensial.

Ciri utama sistem semipresidensial adalah sebagai berikut:

* Pusat kekuasaan berada pada suatu majelis perwakilan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
* Penyelenggara kekuasaan legislatif adalah suatu badan perwakilan yang merupakan bagian dari majelis perwakilan
* Presiden dipilih secara langsung atau tidak langsung untuk masa jabatan tertentu dan bertanggungjawab kepada majelis perwakilan
* Para menteri adalah pembantu presiden yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden.

Kalau kita perhatikan uraian yang diberikan oleh Dr. Sukiman pada rapat BPUPK pada tanggal 15 Juli 1945 dan keterangan Prof. Soepomo pada rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945 beberapa saat menjelang pengesahan UUD 1945, jelas sekali sistem pemerintahan negara Indonesia yang diikuti oleh UUD 1945 pertama Indonesia tersebut adalah sistem semipresidensial.. Sekarang model tersebut semakin populer dan digunakan di banyak negara, karena dipandang sebagai bentuk pemerintahan demokratis yang lebih stabil dan lebih efektif di negara yang memiliki multi partai politik.

4. Sistem “Pemerintahan Sendiri”

Sejak UUD 1945 diberlakukan pada 18 Agustus 1945, konstitusi pertama tersebut telah ditafsirkan secara berbeda-beda oleh pemerintah yang menjalankannya. Antara 1945 sampai 1949 dan antara 1959 sampai 1966, UUD 1945 telah dilaksanakan dengan beberapa modifikasi dalam susunan pimpinan pemerintahan negara. Indonesia pernah menggunakan dual-executive sistem, dengan Presiden sebagai Kepala Negara dan perdana menteri sebagai Kepala Pemerintahan. UUD 1945 yang sama pernah ditafsirkan sebagai single-executive sistem, sesuai ketetapan Pasal 4 sampai 15 dan Presiden menjabat sebagai Kepala Negara serta sekaligus Kepala Pemerintahan.

Antara 1966 sampai 1998, berlaku sistem pemerintahan untuk negara integralistik dengan konsentrasi kekuasaan amat besar pada Presiden (too strong presidency). Sejak 2002, dengan berlakunya UUD 1945 hasil amandemen, berlaku sistem presidensial. Posisi MPR sebagai pemegang kedaulatan negara tertinggi dan sebagai perwujudan dari rakyat dihapus, dan badan legislatif ditetapkan menjadi badan bi-kameral dengan keuasaan yang lebih besar (strong legislative). Antara 1949 sampai 1959 Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer yang terbukti tidak mampu menciptakan stabilitas pemerintahn yang amat diperlukan untuk pembangunan bangsa, karena dalam waktu 4 tahun terjadi 33 kali pergantian kabinet (Feith, 1962 dan Feith, 1999).

Gerakan reformasi yang diawali di beberapa kampus utama di seluruh Indonesia, adalah upaya untuk mengadakan penataan kembali berbagai aspek kehidupan masyarakat di bidnag politik, ekonomi, hukum dan sosial. Tujuan utama gerakan reformasi 1998 dalam bidang politik adalah meningkatkan demokratisasi kehidupan politik dan perbaikan hubungan politik. Karena itu salah satu agenda utama reformasi politik adalah mengadakan amademen terhadap UUD 1945 untuk meningkatkan demokratisasi hubungan politik antara penyelenggara negara dengan rakyat, dan menciptakan distribusi kekuasaan (distribution of power) yang lebih efektif antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif, maupun antara pemerintah pusat dan pemrintah daerah untuk menciptakan mekanisme check and balances dalam proses politik.

Sebetulnya Gerakan Reformasi tersebut merupakan momentum yang amat baik bagi MPR sebagai lembaga pemegang kekuasaan tertinggi untuk mengadakan amendemen UUD 1945 untuk menciptakan sistem pemerintahan negara yang lebih dapat menjamin kehidupan politik yang lebih demokratis. Sayangnya peluang emas tersebut tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Bahkan sebaliknya, amandemen UUD 1945 telah menghasilkan sistem pemerintahan baru, Sistem Presidensial, yang menyimpang dari bentuk dan susunan negara kekeluargaan yang merupakan salah satu staats fundamental norm sistem pemerintahan Indonesia.

Tujuan gerakan reformasi 1998 bukannya tercapai, malahan sebaliknya UUD 1945, hasil amandemen tahun 2002 bahkan telah menimbulkan kompleksitas baru dalam hubungan eksekutif dan legislative, bila presiden yang dipilih langsung dan mendapat dukungan popular yang besar tidak mampu menjalankan pemerintahannya secara efektif karena tidak mendapat dukungan penuh dari koalisi partai-partai mayoritas di DPR. Political gridlocks semacam itu telah diperkirakan dan karenanya ingin dihindari oleh para perancang UUD 1945, hampir 6 dekade yang lalu, sehingga akhirnya tidak memilih sistem presidensial sebagai sistem pemerintahan untuk negara Indonesia yang baru merdeka. (Setneng RI, 1998 dan Kusuma, FH-UI, 2004).

Setelah MPR mengesahkan amandemen ketiga dan keempat UUD 1945, sistem pemerintahan negara Indonesia berubah menjadi sistem presidensial. Perubahan tersebut ditetapkan dengan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 ( amandemen ). MPR tidak lagi merupakan perwujudan dari rakyat dan bukan locus of power, lembaga pemegang kedaulatan negara tertinggi.

Pasal 6A ayat (1) menetapkan “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”. Dua pasal tersebut menunjukkan karakteristik sistem presidensial yang jelas berbeda dengan staats fundamental norm yang tercantum dalam Pembukaan dan diuraikan lebih lanjut dalam Penjelasan UUD 1945.

Apakah amandemen pasal 1 ayat (2) dan pasal 6A, yang merupakan kaidah dasar baru sistem pemerintahan negara Indonesia, akan membawa bangsa ini semakin dekat dengan cita-cita para perumus konstitusi, suatu pemerintahan konstitusional yang demokratis, stabil dan efektif untuk mencapai tujuan negara?

Apakah sistem pemerintahan negara yang tidak konsisten dengan harapan para perancang konstitusi seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 akan menjamin kelangsungan kehidupan bernegara bangsa Indonesia?

Ternyata tafsiran Pasca Amandemen UUD 1945, yang dibentuk MPR, tentang sistem pemerintahan negara berbeda dengan pemikiran dan cita-cita para perancang Konstitusi Pertama Indonesia. Bila dipelajari secara mendalam notulen lengkap rapat rapat BPUPK sekitar 11 – 15 Juli 1945 dan PPKI pada 18 Agustus 1945 yang terdapat pada Arsip A.G. Pringgodigdo dan Arsip A.K. Pringgodigdo (Arsip AG-AK-P), kita dapat menyelami kedalaman pandangan para founding fathers tentang sistem pemerintahan negara.

Arsip AG-AK-P yang selama hampir 56 tahun hilang baru-baru ini diungkapkan kembali oleh R.M. Ananda B. Kusuma, dosen Sejarah Ketatanegaraan Fakultas Hukum U.I., dalam sebuah monograf berjudul “Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945” terbitan Fakultas Hukum U.I. (2004). Kumpulan notulen otentik tersebut memberikan gambaran bagaimana sesungguhnya sistem pemerintahan demokratis yang dicita-citakan para perancang Konstitusi Indonesia. Notulen rapat-rapat BPUPKI dan PPKI mulai pertengahan Mei sampai Juli 1945 memberikan gambaran betapa mendalam dan tinggi mutu diskusi para Bapak Bangsa tentang sistem pemerintahan.

Pada sidang-sidang tersebut, Prof. Soepomo, Mr. Maramis, Bung Karno dan Bung Hatta mengajukan pertimbangan-pertimbangan filosofis dan hasil kajian empiris untuk mendukung keyakinan mereka bahwa Trias Politica ala Montesqieue bukanlah sistem pembagian kekuasaan yang paling cocok untuk melaksanakan kedaulatan rakyat.

Pada rapat Panitia Hukum Dasar, bentukan BPUPKI, tanggal 11 Juli 1945 dicapai kesepakatan bahwa Republik Indonesia tidak akan menggunakan sistem parlementer seperti di Inggris karena merupakan penerapan dari pandangan individualisme. Sistem tersebut dipandang tidak mengenal pemisahan kekuasaan secara tegas. Antara cabang legisltatif dan eksekutif terdapat fusion of power karena kekuasaan eksekutif sebenarnya adalah „bagian“ dari kekuasaan legislatif. Perdana Menteri dan para menteri sebagai kabinet yang kolektif adalah anggota parlemen.

Sebaliknya, sistem Presidensial dipandang tidak cocok untuk Indonesia yang baru merdeka karena sistem tersebut mempunyai tiga kelemahan. Pertama, sistem presidensial mengandung resiko konflik berkepanjangan antara legislatif – eksekutif. Kedua, sangat kaku karena presiden tidak dapat diturunkan sebelum masa jabatannya berahir. Ketiga, cara pemilihan “winner takes all” seperti dipraktekkan di Amerika Serikat bertentangan dengan semangat demokrasi.

Indonesia yang baru merdeka akan menggunakan „sistem sendiri“, sistem yang mengandung karakteristik sistem presidensial dan parlementer disebut Sistem Semi-Presidensial. Sistim pemerintahan demokratis yang dirumuskan oleh para perancang UUD 1945 mengandung beberapa ciri sistem presidensial dan sistem parlementer. “SISTEM SENDIRI” tersebut mengenal :

* Pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang legislatif dan eksekutif, yang masing-masing tidak boleh saling menjatuhkan,
* Presiden adalah eksekutif tunggal yang memegang jabatan selama lima tahun dan dapat diperpanjang kembali,
* Para menteri adalah pembantu yang diangkat dan bertanggungjawab kepada presiden.

Pada masa-masa awal negara Indonesia, para perancang memandang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung masih belum dapat dilakukan mengingat tingkat pendidikan masih rendah serta infrastruktur pemerintahan belum tersedia. Karena itu ditetapkan Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara tidak langsung oleh lembaga perwujudan seluruh rakyat yaitu MPR Presiden yang menjalankan kekuasaan eksekutif adalah mandataris MPR, sedangkan DPR adalah unsur dari MPR yang menjalankan kekuasaan legislatif (legislative councils).

* Presiden tidak dapat menjatuhkan DPR, sebaliknya DPR tidak dapat menjatuhkan Presiden.
* Bersama-sama Presiden dan DPR menyusun undangundang.

Pada notulen rapat tanggal 11-15 Juli BPUPKI dan rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dapat kita ikuti perkembangan pemikiran tentang kedaulatan rakyat yang dilaksanakan oleh Majelis Permusyawartan Rakyat sebagai penjelmaaan dari seluruh rakyat Indonesia yang memiliki konfigurasi sosial, ekonomi dan geografis yang amat kompleks. Karena itu MPR harus mencakup wakil-wakil rakyat yang dipilih, DPR, wakil-wakil daerah, serta utusan-utusan golongan dalam masyarakat. Dengan kata lain,MPR harus merupakan wadah multi-unsur, bukan lembaga bi-kameral.

Bentuk MPR sebagai majelis permusyawaratan-perwakilan dipandang lebih sesuai dengan corak hidup kekeluargaan bangsa Indonesia dan lebih menjamin pelaksanaan demokrasi politik dan ekonomi untuk terciptanya keadilan sosial, Bung Hatta menyebutnya sebagai ciri Demokrasi Indonesia. Dalam struktur pemerintahan negara, MPR berkedudukan sebagai supreme power dan penyelenggara negara yang tertinggi. DPR adalah bagian dari MPR yang berfungsi sebagai legislative councils atau assembly. Presiden adalah yang menjalankan tugas MPR sebagai kekuasaan eksekutif tertinggi, sebagai mandataris MPR. Konfigurasi MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi tersebut dipandang para Bapak Bangsa sebagai ciri khas Indonesia dan dirumuskan setelah mempelajari keunggulan dan kelemahan dari sistem-sistem yang ada.

Sistem majelis yang tidak bi-kameral dipilih karena dipandang lebih sesuai dengan budaya bangsa dan lebih mewadahi fungsinya sebaga lembaga permusyawaratan perwakilan. Karena Arsip AG-AK-P yang merupakan sumber otentik tentang sistem pemerintahan negara baru saja terungkap, mungkin saja MPR, ketika mengadakanamandemen UUD 1945, tidak memiliki referensi yang jelas tentang sistem pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945. Kalau pemikiran para perancang konstitusi tentang kaidah dasar dan sistem pemerintahan negara sebagaimana tercatat pada notulen otentik tersebut dijadikan referensi, saya yakin bangsa Indonesia tidak akan melakukan penyimpangan konstitusional untuk ketiga kalinya. Susunan pemerintahan negara yang mewujudkan kedaulatan rakyat pada suatu Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam pandangan Bung Karno adalah satu-satunya sistem yang dapat menjamin terlaksananya politiek economische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial.

Sebagai penjelmaan rakyat dan merupakan pemegaang supremasi kedaulatan, MPR adalah penyelenggara pemerintahan negara tertinggi, “pemegang” kekuasaan eksekutif dan legislatif. DPR adalah bagian dari MPR yang menjalankan kekuasaan legislatif sedangkan Presiden adalah mandataris yang bertugas menjalankan kekuasaan eksekutif. Bersama-sama, DPR dan Presiden menyusun undang-undang. DPR dan Presiden tidak dapat saling menjatuhkan seperti pada sistem parlementer maupun presidensial. Sistem semi-presidensial tersebut yang mengandung keunggulan sistem parlementer dan sistem presidensial dipandang mampu menciptakan pemerintahan Negara berasaskan kekeluargaan dengan stabilitas dan efektifitas yang tinggi.

Berbeda dengan pemikiran BPUPK dan PPKI sebagai perancang konstitusi, para perumus amandemen UUD 1945, karena tidak menggunakan sumber-sumber otentik, serta merta menetapkan pemerintahan negara Indonesia sebagai sistem presidensial. Padahal pilihan para founding fathers tidak dilakukan secara gegabah, tetapi didukung secara empiris oleh penelitian Riggs di 76 negara Dunia Ketiga, yang menyimpulkan bahwa pelaksanaan sistem presidensial sering gagal karena konflik eksekutif – legislative kemudian berkembang menjadi constitutional deadlock. Karenanya sistem presidensial kurang dianjurkan untuk negara baru.

Notulen otentik rapat BPUPK dan PPKI menunjukkan betapa teliti pertimbangan para Pendiri Negara dalam menetapkan sistem pemerintahan negara. Pemahaman mereka terhadap berbagai sistem pemerintahan ternyata sangat mendalam dan didukung oleh referensi yang luas, mencakup sebagian besar negara-negara di dunia.

Mungkin penjelasan Prof. Dr. Soepomo pada rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945, beberapa saat sebelum UUD 1945 disahkan, dapat memberi kita gambaran tentang sistem pemerintahan khas Indonesia yang dirumuskan oleh para perancang konstitusi:

“Pokok pikiran untuk Undang Undang Dasar, untuk susunan negara, ialah begini. Kedaulatan negara ada ditangan rakyat, sebagai penjelmaan rakyat, di dalam suatu badan yang dinamakan di sini: Majelis Permusyawaratan Rakyat. Jadi Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah suatu badan negara yang memegang kedaulatan rakyat, ialah suatu badan yang paling tinggi, yang tidak terbatas kekuasaannya. Maka Majelis Permusyawaratan Rakyat yang memegang kedaulatan rakyat itulah yang menetapkan Undang Undang Dasar, dan Majelis Permusyawaratan itu yang mengangkat Presiden dan Wakil Presiden. Maka Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan garis-garis besar haluan negara …

Presiden tidak mempunyai politik sendiri, tetapi mesti menjalankan haluan negara yang telah ditetapkan, diperintahkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Disamping Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat … badan yang bersama-sama dengan Presiden, bersetujuan dengan Presiden, membentuk Undang-Undang, jadi suatu badan legislatif … „

Demikianlah pokok-pokok fikiran para perancang UUD 1945 tentang susunan pemerintahan negara yang dipandang mampu mengatasi ancaman diktarorial partai pada sistem parlementer atau bahaya „political paralysis “ pada sistem presidensial, apabila presiden terpilih tidak didukung oleh partai mayoritas yang menguasai DPR. Para penyusun konstitusi menamakannya „Sistem Sendiri“. Ahli politik menamakannya sistem semi-presidensial. Bahkan Indonesia, menurut Blondel, pernah menerapkan sistem semipresidensial eksekutif ganda (semi-presidential dualist model) pada masa-masa awal dengan adanya Presiden sebagai Kepala Negara dan Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan.

Para perancang konstitusi seperti Prof. Soepomo sudah mengingatkan kita semua, untuk memahami konsitusi tidak cukup hanya dibaca dari yang tertulis pada pasal-pasalnya, tapi harus diselami dan difahami jalan fikiran para perancangnya serta konteks sejarah yang melingkunginya.

E. Kesimpulan

v Mobilisasi Tuntutan Untuk Pemurnian UUD 1945

Sekarang semakin jelas bukti-bukti yang menujukkan bahwa amandemen sistem pemrintahan negara Indonesia yang dilakukan oleh MPR telah meyimpang dari rancangan asli para perumus konstitusi yang berlandaskan pada kaidah dasar Negara kekeluargaan, negara yang berkedaulatan rakyat, serta penyelenggaraan demokrasi sosial ekonomi untuk mencapai kesejahteraan sosial, sebagaimana dicantumkan pada Pembukaan UUD 1945.

Karena itu tujuan reformasi untuk meluruskan dan memurnikan pelaksanaan UUD 1945 dapat dipastikan tidak akan tercapai bila tidak dilakukan upaya-upaya pemurnian kembali UUD 19945 sesuai dengan staats fundamental norm nya yang semula. Karena itu salah satu agenda pokok yang perlu dilakukan oleh Presiden terpilih ( 2009 ) setelah pelantikan adalah mengambil langkah-langkah untuk mengembalikan kemurniaan UUD 1945 sesuai dengan kaidah fundamentilnya. Pemurnian UUD 1945 agaknya tidak mungkin dilakukan oleh MPR hasil Pemilu 2004 karena MPR yang bi-kameral tersebut bukan lembaga pemegang kedaulatan rakyat. Salah satu langkah konstitusional yang dapat ditempuh adalah meminta persetujuan rakyat untuk memurnikan UUD 1945 melalui referendum. Terakhir dapat saya pastikan ketika sitem pemerintahan yang ada sekarang yaitu presidensial tidak berhasil pasti sistem pemerintahan Indonesia akan berganti lagi dan nasib rakyat pasti diabaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakartra, Mahkamah Konstitusi Indonesia dan PSHTN, Fakultas Hukum, Univesitas Indonesia, 2004.

Bahegot, Walter, The English Constitution: The Cabinet. London, Oxford University Press, 1961.

Blondel, Jean, “Dual Leadership in the Contemporary World”, dalam Dennis Kavanagh dan Geene Peele, eds., Comparative Government and Politics: Essays in Honour of

Chicago: Rand McNally, 1972. Duverger, Maurice, ‘A New Political System Model: Semi-presidential Government’,European Journal of Political Research, 8/1, June, 1982.

Effendi Sofian, ” Mencari system pemerintahan indonesia Makalah disamapaikan pada Dies Natalis Universitas Pancasila yang ke 40 dan Upacara Wisuda Semester Genap Tahjun Akademik 2006/2007. , 11-12 Juli 2006.

Feith, Herbert, The Decline of Constitutinal Democracy in Indonesia. Ithaca, N.Y.,Cornell Unversity Press, 1962.

Imawan, Riswanda, Partai Politik Di Indonesia: Pergulatan Setengah Hati Mencari Jati Diri. Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, 2004

Kusuma, Ananda B., Lahirnya UUD 1945. Jakarta, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2004.

Saefuddin, “ Bentuk pemerintahan “ disampaikan pada tatap muka mata kuliah ilmu Negara kelas F, 3 januari 2008 UII yogyakarta

Sekretariat Negara R.I., Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan(BPUPK) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 28 Mei – 22 Agustus 1945. Jakarta, Sekretariat Negara R.I., 1998

  © Free Blogger Templates Selamat Hari Raya Aidilfitri by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP