Sesungguhnya ilmu yang disembunyikan akan melaknati pemiliknya

Senin, 11 Mei 2009


Pancasila, Dalam Sebuah Pergumulan..


Ketika saya mengatakan " I am Pancasilaist ", sebagian orang akan memberikan apresiasi positif, yang artinya mereka juga bergumam " me too ", akan tetapi sebagian besar lainnya akan memberikan apresiasi yang sebaliknya, baik tersirat di hati, mencibir, bahkan dengan bahasa sarkasme, " huh sok pancasilais, sok nasionalis ". Mungkin bagi mereka, saya serasa menjadi orang yang aneh, atau dalam bahasa gaul mereka bilang " hari gini ngomongin Pancasila, capek deeh.." Sebenarnya tidak ada yang salah dengan cara mereka menyikapi, karena setiap orang mempunyai hak untuk menilai seberapa besar Pancasila bisa memberikan pengaruh dalam hidupnya.

Pancasila tidak akan berarti apa-apa tanpa kita yang membuat berarti. Karena dia hanya sebuah ideologi, bukan sebuah peraturan yang mengikat, yang mengharuskan seseorang menjalani sebagai sebuah kewajiban. Sebuah ideologi bisa bersifat aqidah aqliyyah, aqidah yang melalui proses berpikir yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan. Ideologi adalah untuk mendefinisikan "sains tentang ide", yang dianggap sebagai visi yang komprehensif sebagai cara memandang sesuatu secara akal sehat dan beberapa kecenderungan filosofis. Tetapi ideologi bukanlah semata-mata pemikiran teoritis, melainkan dapat dijelmakan secara operasional dalam kehidupan.

Lepas dari pro dan kontra tentang pengamalan Pancasila, sebagai anak bangsa, saya tetap merasa takjub dengan ide dan pemikiran para founding fathers kita hingga tercipta "Pancasila". Mereka telah mengemas sedemikian sempurna dengan menyeimbangkan sisi historis, geografis, sosiologis dan filosofi bangsa kita. Dengan melihat sejarah, kondisi geografis dan sosiologis bangsa kita, mereka seolah-olah telah melihat ke depan, seperti apa nanti bangsa kita, hingga Pancasila tak akan lekang oleh waktu, dan tetap relevan sampai kapanpun.

Bukan hanya filosofi kelima sila dalam Pancasila yang dalam refleksinya ternyata saling kait mengkait dan tidak akan bisa berdiri sendiri-sendiri, atau penjabaran ke 45 butir-butir Pancasila, tetapi lebih detailnya adalah essensi dari nilai-nila Pancasila itu sendiri yang sangat kompetibel untuk kondisi bangsa kita, dulu, sekarang dan nanti.

Bangsa ini mempunyai berbagai macam kebudayaan dan agama yang disebabkan oleh masyarakat yang multikultural dan bercorak majemuk (plural society) serta berkekuatan primordial. Ini merupakan sebuah " spesikasi khusus" yang mungkin tidak dimiliki oleh bangsa lain. Apabila masyarakatnya dapat hidup berdampingan, saling menghargai nilai-nilai budaya itu dan toleransi selalu hadir dalam bentuk dominasi dan hegemoni tanpa membedakan suku, agama, budaya gender, bahasa dan kebiasaan, maka Pancasila tidak saja hanya hadir sebagai sebuah wacana tetapi menjadi " patokan dan pedoman etika dan moral ".

Bahwa jika dalam perjalanan waktu kemudian ditemukan fakta nilai-nilai Pancasila telah ada pada jaman raja-raja kita dulu, itu merupakan sebuah kekayaan historis yang semakin menambah khazanah kita bahwa arti kata Pancasila memang benar-benar "sakti".

Disebutkan bahwa Pancasila disarikan dari Dhasasila yang terdapat dalam kitab Sutasoma, yang berisi petuah-petuah Sutasoma kepada raja-raja yang meminta nasehat agar pemerintahannya membawa kemakmuran bagi rakyatnya, yang isinya antara lain :
1. Janganlah menyakiti perasaan orang lain
2. Janganlah menjatuhkan hukuman yang tidak adil
3. Janganlah menjarah harta rakyatmu
4. Janganlah menunda kebaikan terhadap mereka yang kurang beruntung
5. Mengabdilah kepada mereka yang sadar
6. Janganlah menjadi sombong walau banyak yang menghormatimu
7. Janganlah menjatuhkan hukuman mati, kecuali menjadi tuntutan keadilan
8. Adalah yang terbaik jika kamu tidak takut mati
9. Bersabar dalam keadaan susah
10. Adalah yang terbaik jika berjiwa besar dan memberi tanpa pilih kasih

Atau selain kitab Sutasoma, Pancasila ditemukan juga dalam kitab Negara Kertagama yang berupa kakawin (syair pujian) buatan pujangga Mpu Prapanca, yang berisi :
1. Tidak boleh melakukan kekerasan (Ahimsa)
2. Tidak boleh mencuri (Asetya)
3. Tidak boleh berjiwa dengki (Indriyu nigraha)
4. Tidak boleh bohong (amrsawada)
5. Tidak boleh mabuk minuman keras/obat terlarang (dawa)

Dan dalam Kepustakaan Budha di India pada kitab Tripitaka, yang berisi 3 macam buku besar, Suttha Tripitaka, Abhidama Pitaka dan Vinaya Pitaka, juga terdapat perkataan "Pancasila". Ajaran-ajaran moral yang terdapat pada Budha adalah Dasasyiila, Saptasyiila dan Pancasyiila.
Ajaran Pancasyiila menurut Budha adalah 5 aturan/larangan atau five moral principles, yaitu :
1. Panati pada veramani sikhapadam samadiyani, yaitu jangan mencabut nyawa makhluk hidup atau dilarang membunuh.
2. Dinna dana veramani sikhapadam samadiyani, yaitu jangan mengambil barang yang tidak diberikan atau mencuri.
3.Kamashu micchacara veramani sikhapadam samadiyani, yaitu jangan berhubungan kelamin dengan orang lain atau berzina
4. Musawada veramani sikhapadam samadiyani yaitu jangan berkata palsu atau dilarang berdusta.
5. Sura meraya masjja pamada tikana veramani, yaitu jangan meminum minuman yang menghilangkan pikiran yang dimaksud minuman keras.

Dan setelah Majapahit runtuh serta agama Islam mulai menyebar ke seluruh Nusantara, maka sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasyiila) dikenal dalam masyarakat dengan 5 larangan moralitas atau Mo Limo,
yaitu Dilarang :
1. Mateni, artinya membunuh
2. Maling, artinya mencuri
3. Madon, artinya berzina
4. Mabok, artinya meminum minuman keras/menghisap ganja
5. Main, artinya berjudi

Jadi bisa bayangkan betapa 'keramat'nya arti Pancasila, baik secara etimologis maupun filosofis, baik dalam kehidupan kita di masa lampau maupun masa kini. Sangat disayangkan jika kita sebagai generasi penerus yang hanya bertugas meneruskan amanah para founding fathers, hanya bisa berpangku tangan, dan bersikap apatis.

Kita tidak perlu meributkan kondisi bangsa ini jika kita tidak bisa berbuat apa-apa. Sekecil apapun upaya yang kita lakukan jika itu untuk kepentingan bangsa dan negara, itu akan sangat berarti sekali. Kita tentu tidak ingin mengulang keruntuhan Majapahit, yang karena kebodohan pemimpin dan rakyatnya, akhirnya hancur tanpa berbekas.

Sabtu, 02 Mei 2009

TOUR



  © Free Blogger Templates Selamat Hari Raya Aidilfitri by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP